Buletin Bedug Edisi 23

Assalamualaikum, salam sejahtera! Apa kabar sobat Bedug? Semoga senantiasa sehat dan bahagia. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang selalu dilimpahkan kepada hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, Sahabat, dan para pengikut setianya. Semoga kita semua mendapat syafaatnya di hari akhir nanti. Berhubung masih dalam suasana Idul Fitri, kami, kru buletin Bedug mengucapkan mohon maaf lahir dan batin, taqabbalallâhu minnâ wa minkum, wa ja’alanâ min al-‘âidîn al-fâizîn wa min al-maqbulîn.
Pada edisi sebelumnya, buletin Bedug menyajikan tema urgensitas politik dalam perspektif Islam. Di sana dijelaskan tentang politik dalam sudut pandang Islam dan bagaimana sikap yang tepat dalam berpolitik, harapannya semoga tiap individu tidak buta, lantas mengacuhkan politik (pesta demokrasi, red). Politik itu penting. Amanah selanjutnya ialah bagaimana agar praktik politik tidak berkepentingan.
Untuk edisi kali ini, kami menghadirkan tema moralitas generasi milenial. Moral ialah fragmen setiap insan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup. Ia cukup afirmatif dalam pembuktian dogma klasik, bahwa manusia makhluk paling istimewa. Iya atau tid-aknya, saya kira masing-masing dari kita mempunyai versi jawaban yang berbeda-beda. Satu yang pasti, kemuliaan manusia bukan suatu hal yang mustahil. Baginda Nabi adalah representasi akhlak yang mewujud nyata dalam berbagai lini kehidupan manusia.
Ruang sosial dimana kita hidup kini menggambarkan betapa manusia modern bebas mengekspresikan diri. Berdalih dengan kebebasan berekspresi, mereka menganggap hal-hal yang sebenarnya menyimpang merupakan suatu yang lumrah dan sah-sah saja. Psikologi remaja yang sedang ranum-ranumnya dipangkas oleh kapak tajam media sosial. Akan sangat sulit untuk menua dengan rindang, ketika sejak muda kita terhambat dan bermasalah prosesnya. Tontonan dan konten yang mereka konsumsi sehari-hari sering kali tak menyehatkan, hingga akhirnya meninggalkan pengaruh buruk; lemah secara produktivitas dan dangkal dalam nalar kritis.
Tentu bukan suatu yang baru, ketika problematika generasi milenial dikaitkan dengan media sosial. Kita terlalu menganggap bahwa ia adalah musuh kita yang abadi. Kita selalu menyalahkan bahwa semua gara-gara internet, teknologi dan media sosial. Padahal, nalar pikir seperti inilah yang sebenarnya menjadikan kita selalu berapologi lagi dan lagi, di samping semakin membawa kita terhanyut pada arus deras yang terus mengalir. Barangkali benar menurut Prof. Ariel Heriyanto, bahwa kondisi masyarakat kita hari ini, baru mencapai tangga narsistik dalam kaitannya dengan media dan layar kaca.
Semoga kita mampu untuk menyadari dan memahami posisi yang baik sebagai gen-erasi milenial di hadapan media sosial. Generasi yang dengan mereka, Indonesia akan ja-ya di usia emasnya. Semoga!
Kru Buletin Bedug