Buletin bedug Edisi 25

Assalamualaikum, apa kabar,sobat Bedug? Semoga senantiasa sehat dan bahagia. Puji syukur kita haturkan ke haribaan Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga kita masih bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, Sahabat, serta para pengikut setianya. Semoga kita termasuk dalam golongan umatnya di hari akhir nanti.
Pada edisi sebelumnya, buletin Bedug menyuguhkan tema Paradoksal Negeri Kinanah. Kesenjangan antara kuantitas camaba yang terus meningkat dan kualitas semangatbelajar yang menurun menyebabkan disorientasitujuan awal,yakni belajar. Sebagian mahasiswa lebih memilih kegiatan-kegiatan non-akademik seperti bekerja, organisasi dan lain-lain.
Kali ini, buletin Bedug menghadirkan tema Dialektikadan Verbalisme Aksara. Tema ini ber-mula dari kegelisahan atas fenomena gerakan menghafal tanpa memahamiyang akhir-akhir ini sangat mewarnai literasi milenial. Dalam lingkungan Masisirsendiri, misalnyaketika memasuki masa-masa ujian semester, mayoritas dari merekamulai menitikberatkan cara belajarnya dengan menghafal materi-materi yang ditentukan dosen. Sedikit sekali dari mereka yang menempuh ujian berbekal pemahaman dan bukan hafalan.
Memang,menghafal dan memahami keduanya sama-sama aktivitas yang diawali dengan membaca. Akan tetapi, ketika seseorang hanya menghafal,secara tidak langsung ia kehilangan separuh penjelasanteks. Ia hanya akan terpaku pada isi tanpa melihat kontekstualisasi teks terhadap realita yang ada. Dalam ranah selanjutnya, fenomena ini berdampak luas dan turut andil dalam munculnya fenomena‘gagal paham’ yang didera pelajar dan masyarakat.
Fenomena tersebut juga berpengaruh pada kegiatan Dialektika, baik dalam kopi darat mau-pun media sosial. Mereka (para penghafal) cenderung gampang mengeksekusi fenomenadi seki-tarnya dengan dhohir-nya teks. Ketika ada orang lain yang memiliki perspektif berbeda, tak jarang mereka dengan lantang menolak pendapat tersebut dan mendeklarasikan bahwa orang lain tersebut salah karena dianggap menyalahi teks. Padahal,esensi dari Dialektika ialah mencari kebijaksanaan diantara berbagai pendapat. Artinya, terjadi semacam pertukaran pemahamanteksdananalisis konteksseputar persoalan terkait.
Dilatarbelakangi oleh kegelisahan di atas, sinkronisasi antara bagaimana seseorang membaca dan berDialektika menjadi dua hal yang menjadi titik pembahasan pada tema kali ini. Pembaca akan disuguhkan berbagai macam opini mengenai kritik model pembacaan ‘satu arah’ dan hanya terpaku pada teks yang diejawantahkan di setiap rubrik. Para penulis juga berusaha memperjelas kembali esensi Dialektika(dengan segala bentuknya) yang dewasa kini diiringi dengan hujatan dan ajang ‘menang-menangan’.
Walhasil, cermin diri dari seseorang terletak dari apa yang dibaca dan bagaimana ia berDialektika. Semakin berkualitas bacaannya, semakin bijaksana ia bersikap. Oleh karena itu, mari budayakan membaca dan berDialektika!
Kru Buletin Bedug