Buletin Bedug Edisi 26

Assalamualaikum, apa kabar sobat Bedug? Semoga senantiasa sehat dan bahagia. Puji Syukur kita haturkan ke haribaan Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga kita bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Mu-hammad SAW, keluarga, sahabat serta para pengikutnya. Semoga kita dalam golongan umatnya di hari akhir.
Pada edisi sebelumnya, buletin Bedug menyuguhkan tema Dialektika dan Verbalisme Aksara. Terfokusnya metode belajar pada gerakan menghafal telah berhasil menurunkan kualitas belajar para pelajar dan masyarakat. Tersebab, mereka hanya membaca ala kadarnya sebuah teks dan menghafal tanpa memahaminya lebih lanjut, sehingga terpaku pada isi teks tanpa melihat kontekstualisasinya terhadap realita yang ada. Hal tersebut kemudian memicu “gagal paham” yang menjangkiti pelajar dan masyarakat saat ini.
Kali ini, buletin Bedug menghadirkan tema Revitalisasi Pluralisme yang dilatarbelakangi oleh persaingan sengit antara “Cebong” dan “Kampret” dalam pemenangan masing-masing capres-cawapres di pesta demokrasi pada April 2019. Si “Cebong” mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf sedangkan si “Kampret” mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Persaingan sengit tersebut sering kali memuncak hingga terjadi saling sikut di antara keduanya, seperti terjadinya pelarangan temu nasional yang diadakan oleh gerakan tagar #2019GantiPresiden oleh aparat kepolisian di Pekanbaru dan Surabaya, serta nyinyiran kubu “Kampret” terhadap gerakan tagar #2019TetapPancasila. Masing-masing kubu menggunakan segala cara untuk memenangkan capres-cawapres mereka.
Konflik panjang yang telah dimulai sejak sebelum masa kampanye secara tidak langsung memicu api permusuhan di tubuh masyarakat. Kedua kubu tersebut saling melemparkan isu miring terhadap masing-masing capres-cawapres. Isu akan kebangkitan PKI dilempar pada pasan-gan Jokowi-Ma’ruf sedangkan isu mengganti ideologi Pancasila dengan Khilafah Islamiah disematkan pada pasangan Prabowo-Sandi. Isu-isu tersebut yang kemudian menyebarkan sikap paranoid di lingkungan sosial. Masyarakat tidak lagi mengganggap perbedaan (pilihan) sebagai hal yang lumrah dan mulai mencurigai satu sama lain sehingga menimbulkan ketegangan sosial. Di-tambah, kaum mayoritas (Islam dan ormas besar Islam) dan minoritas (non-Islam dan ormas kecil Islam) masing-masing telah mengambil posisi di kedua kubu tersebut dengan membawa kepen-tingan tersendiri, menambah runyam persaingan tersebut. Isu lama yang sudah termaafkan, seper-ti diskriminasi etnis Tionghoa kembali mencuat dan memunculkan sentimen baru terhadap se-luruh warga etnis tersebut yang biasa dianggap sebagai “aseng”. Terlebih lagi isu yang baru mun-cul, seperti isu bendera kalimat tauhid yang digaungkan oleh HTI menambah eskalasi kondisi so-sial masyarakat.
Dilatarbelakangi oleh serangkaian fenomena di atas, revitalisasi kembali visi pluralisme men-jadi perhatian utama di setiap rubrik buletin. Para penulis berusaha menelisik corak pluralitas di setiap permasalahan sosio-kultural masyarakat yang diangkat, kemudian merumuskan visi plural-isme yang ideal untuk masing-masing problematika. Dari sini, pembaca dapat menemukan serpi-han-serpihan ide pluralisme di masing-masing rubrik.
Walhal, kemanusiaan tidak ditentukan dari agama, etnis, status sosial hingga pilihan politik. Kemanusiaan ditentukan dari sikap kita terhadap perbedaan. Tabik.
Kru Buletin Bedug