
bedug.net— Kamis (12/4), PCINU Mesir memeriahkan HARLAH NU ke-96 dan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW 1440 H dengan menggelar Lailatul Ijtima dan Doa Bersama. Acara yang bertempat di Aula Pasanggrahan Jawa Barat ini merupakan bentuk cinta terhadap perjuangan para sesepuh Nahdhatul Ulama. Selain itu, acara yang digelar juga bertujuan untuk menjadi ajang silaturahmi antar-nahdliyin yang berdomisili di Kairo.
Acara Lailatul Ijtima dihadiri segenap Nahdliyin yang tinggal di Kairo. Para hadirin tampak antusias dan mengapresiasi acara Harlah yang terselenggara. Pada pukul 16.30 WLK, acara dimulai dengan Khotmil Quran dari anggota JQH PCINU Mesir. Kemudian acara dilanjutkan dengan pembacaan Istighatsah dan shalawat Asyghil.
Pada mulanya, tamu khusus pada acara harlah adalah Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A. dan Sekjen PBNU, Dr. (H.C) Helmy Faishal Zaini, S.T., M.Si. Akan tetapi, tersebab beberapa alasan, beliau berhalangan hadir di Kairo. Akhirnya, panitia mengubah konsep acara dengan berencana mengundang Prof. Alwi Shihab, Lc., MA yang kebetulan sedang berada di Kairo. Akan tetapi, beliau juga berhalangan hadir karena harus segera pulang ke Tanah Air.
Sebagai ganti dari target narasumber yang berhalangan, akhirnya panitia mendatangkan Dr. Mustafa Zahran, peneliti gerakan-gerakan organisasi Islam di dunia yang menjadi pembicara Halaqah Internasional MUNAS ALIM ULAMA dan KONBES NU 2019.
Dalam ceramahnya, beliau Dr. Mustafa Zahran mengatakan bahwa ia berharap Allah memuji masyarakat Indonesia. “Muslim Indonesia yang mencintai Islam, ketika kamu berkomunikasi dengannya mengenai khilafah, ia menjawab, ya. Ketika membicarakan jihad pun, menjawab bahwa, iya memang jihad itu yang lebih utama. Tetapi, tidak semua yang mubah boleh kalian kerjakan semua. Maksudnya, perbedaan antara NU dan lainnya adalah mendahulukan pemahaman hakiki yang fakta peristiwanya yang wajib dikatakan pada masa sekarang. Jadi, gerakan yang menyesuaikan Islam dengan pemahaman seperti itu adalah Jamiyyah Nahdhatul Ulama. Sebab, zaman dan kondisi telah berubah, maka seyogianya mendalami Islam dengan pembaharuan yang sesuai. Tidak mungkin kembali ke abad-abad yang telah lampau. Islam bukan agama yang berhenti saja pada turats atau bentuk-bentuk lama, melainkan Islam mengedepankan pembaharuan. Sekarang, hal itu ada pada NU.”
Antusias Nahdliyin terlihat sangat tinggi hingga sesi akhir acara. Hal itu bisa dilihat dari kefokusan dan keheningan Aula tempat acara. Begitu usai sesi dialog, acara dipungkasi dengan doa bersama. Tak lupa, hadirin juga makan malam bersama dalam satu nampan (sebagai tradisi santri) sekaligus bernostalgia dengan tradisi makan ala santri. (nid)