
Begitu tulisan berjudul Parade Halusinasi tayang, para redaktur bedug.net mendapat beragam reaksi. Ada yang diapresiasi dengan pujian, tidak sedikit yang mendapat cibiran, umpatan, hingga kecaman. Bahkan berujung pada menyudutkan bedug.net sebagai media yang tidak netral, tidak ilmiah dan tidak lagi profesional. Padahal tulisan satire tersebut ditayangkan dengan maksud sebagai katarsis atas realitas politik yang ada di depan mata.
Sebagai media, kami tetap bekerja secara ilmiah dan profesional. Tulisan yang tayang selalu berbasis referensi ilmiah, faktual dan bisa dipertanggungjawabkan secara vertikal mapun horisontal. Terkait tulisan tersebut, kami dari redaktur tak ingin adanya klaim kemenangan, baik dari kubu BPN 02, maupun (belakangan) dari kubu TKN 01 lantas memantik para pendukungnya untuk tidak menerima hasil pemilu dan melakukan tindakan yang inkonstitusional.
Meski Quick Count atau exit poll adalah hasil kerja ilmiah yang melalui tahap-tahap akademik, euforia berlebihan atas hasil Pemilu yang belum resmi tetap kurang bijak dan riskan disalahartikan. Sebab hasil resmi yang diakui oleh negara adalah hasil penghitungan nyata (real count) yang dilakukan KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada 22 Mei 2019 nanti. Jikalau dari hasil real count nanti kubu yang kalah menganggap telah terjadi kecurangan masif, mereka bisa menuntut hasil Pemilu tersebut ke MK (Mahkamah Konstitusi). Setelah melewati rangkaian persidangan MK, maka apapun hasil finalnya harus kita terima secara legawa.
Sebagaimana kita ketahui, dari hasil Quick Count atau Exit poll yang dilakukan berbagai lembaga survei, kubu paslon 01 maupun kubu paslon 02 sama-sama mengklaim kemenangan. Kedua kubu juga sama-sama mendaku ada banyak kecurangan yang merugikan diri mereka. Menyikapi adanya kecurangan yang terjadi, mestinya kedua kubu juga berlaku arif dan konstitusional, tidak justru memprovokasi para pendukungnya (misalnya) untuk melakukan people power. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 474 telah mengatur dibolehkannya menggugat hasil pemungutan suara Pemilu 2019. Dalam peraturan MK Nomor 5 Tahun 2018, MK akan menerima pelaporan sengketa Pileg 2019 pada 8-25 Mei 2019. Sementara untuk penerimaan pendaftaran sengketa Pilpres pada 23-25 Mei 2019. Jika nanti laporan sengketa yang masuk telah memenuhi semua persyaratan, maka MK akan menggelar sidang perdana untuk sengketa Pilpres pada 14 Juni, sedangkan sidang untuk sengketa Pileg dilaksanakan pada 12 Juli 2019. Jika mengacu pada tanda-tanda dan saling klaim kedua kubu paslon, agaknya keriuhan Pemilu 2019 masih akan berlangsung hingga medio 2019 nanti.
Namun ada kelegaan yang menyeruak tatkala mendengar pernyataan dari capres-cawapres yang terlibat langsung dalam pertarungan demokrasi di tahun ini. Jika sebelumnya paslon Jokowi-Ma’ruf sudah menggelar konferensi pers yang menyatakan akan menunggu hasil penghitungan resmi KPU. Yang terbaru adalah pernyataan dari Abang ganteng mantan Wagub DKI Jakarta yang mengatakan bahwa perjuangan dirinya dan Prabowo bukan soal berhasil atau tidak, bukan perjuangan menang atau kalah, tapi perjuangan menghasilkan Indonesia yang adil dan makmur. Memperjuangkan demokrasi yang berkualitas dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Sebuah pernyataan bijaksana yang secara tersirat juga mengindikasikan kepercayaan dan kelegawaan atas Pemilu Raya 2019 yang proses rekapitulasi suaranya masih berlangsung. Agaknya yang membahayakan memang bisikan dan hasutan dari para Sengkuni yang ada di sekitaran kedua Paslon Capres dan Cawapres.
Redaksi