PuisiSastra
Trending

Puisi-puisi Ahmad Muhakam Zein

Ziarah

bersimpuh pada cinta
di hadapan pusara tua
ada kata-kata yang berdenyut
dari rindu yang akut

aku menghidu mantra
dari kesunyian yang paripurna
di dada kata-kata

Husein, Sya’ban 1440 H

 

Jam Malam

malam membubut rembulan
menjadi senapan
jalan-jalan yang ditidurkan
di pangkuan tuan
menuju kefanaan

Gamalia, 21 Sya’ban 1440 H

 

Menanti Puisi Lahir

jika aku adalah matahari pagi
engkau bianglalaku di pagi hari
mimpi dan puisi menyatukan kita
pertautan kata yang berima ganda

mari kita nantikan puisi kita lahir
yang aku tulis di ranjang pengantin
begitu mantra dan gerimis pagi mereda
meski di luar jalanannya becek
licin dan masih berlabirin

Gamalia, 21 Sya’ban 1440 H

 

Munajat Rindu

selama ini aku berhasil menetralisasi rindu
dalam setiap pelukan dan tangan yang bertautan
kini aku mulai merasakan ngilu di sekujur badan
ketika jarak menghamparkan senyummu yang muram
hatiku basah tergenang dan napasku menjadi bau
tubuhku perlahan memuai dan mengalir ke atas
aku kini mengerti kenapa para perindu menjadi bisu
di kepalanya tumbuh tanduk bercula satu 

diam-diam senyummu aku sembunyikan di sela buku
aku menangkapnya saat terakhir kita bertemu di bandara
seiring bergulirnya waktu senyummu mengalir di semua buku
namun bagaimanapun juga setiap buku harus selesai aku baca
meski menyentuh helainya mengingatkanku setiap inci bukumu
yang selalu engkau rawat dan nyaris tak pernah lalai aku baca

masa depan adalah ruas buku kesekian yang mampu engkau khatamkan
sementara aku adalah lelaki yang menunggumu di ruas akhir halaman

Gamalia, 22 Sya’ban 1440 H

 

Di Musim Ujian

di musim ujian engkau akan tiba di suatu masa
kenangan dan harapan begitu menyesaki rongga dada
kenyataan dan ketakutan berkejaran di pelupuk mata
orang-orang dengan dada ringkih lantas menggigil
tersengal di pojok kamar di bawah jendela yang tak terbuka

di musim ujian pintu kamar lebih sering terkunci
orang-orang mendadak ingin mengganti kepalanya
rajin mendaras kenangan dan tiba-tiba menjadi puitis
nyaris semua yang keluar dari mulutnya adalah diafan
konon suara aslinya disembunyikan hingga akhir ujian

di musim ujian serambi-serambi masjid lebih riuh oleh mimpi
seseorang berwajah lebam tergopoh menjemur diktat kuliahnya
di bawah lampu-lampu serambi masjid yang tidak sepenuhnya terik
sebab diktatnya berliur dan digenangi mimpi gotik kemarin

di musim ujian serambi Azhar pun khusyuk meriap mimpi
meroncekan cahaya dan mengemaskannya menjadi puisi pagi

Gamalia, 28 April 2019

Back to top button