Editorial
Trending

Move On dari Pemilu

Serangkaian pesta demokrasi di tahun 2019 ini telah resmi usai begitu KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengumumkan siapa presiden dan wakil presiden terpilih. Gelaran Pemilu serentak di tahun ini memang masih menyisakan klaim kecurangan dan evaluasi penyelenggaraannya di sana-sini. Tapi paling tidak, pemilu bisa dianggap sukses besar dengan berakhirnya sidang sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi dan dengan ditetapkannya pemenang Pilpres tanpa disertai adanya huru-hara lanjutan. Kelegawaan pihak yang kalah dalam kontestasi politik yang berlangsung menuai apresiasi dari berbagai pihak. Dalam hal ini, Indonesia patut berbangga diri bisa menjadi negara yang sukses dalam berdemokrasi. Kekhawatiran terjadinya “people power” yang lantas mengarahkan pada kehancuran negeri Indonesia layaknya sebagian negeri-negeri Timur Tengah tidak terjadi. Bisa jadi karena antisipasi dari pemerintah yang tepat sasaran. Bisa pula karena kekhawatiran yang muncul itu merupakan reaksi “parno” dari pihak-pihak yang terlalu sayang terhadap negara Indonesia.

Terlepas dari siapa benar dan siapa salah, serta siapa menang siapa kalah, sudah seharusnya kita segera “move on” dari polarisasi yang ada. Pemilu adalah sebentuk ikhtiar kita untuk memilih pemegang kekuasaan (ulil amri) kita di lembaga legislatif dan eksekutif negara. Jadi, tidak seharusnya salah satu ikhtiar yang kita lakukan justru akan menjerumuskan kita pada jurang perpecahan, konflik, bahkan kehancuran negara. Al-Quran dalam surat an-Nisa ayat 59 sudah merumuskan aturan bagaimana bersikap terhadap ulil amri alias pemegang kekuasaan. “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasulullah dan taatilah ulil amri di antara kamu.”

Rekonsiliasi atau islah adalah solusi yang telah dirumuskan syariat Islam ketika melihat dua orang atau dua kelompok yang berseteru. Kontestasi politik di tahun 2019 yang memanas sempat memunculkan penamaan dua kubu pendukung Capres yang bertarung, yakni kubu Kecebong dan kubu Kampret. Polarisasi yang terjadi bahkan konon sampai membuat retak persahabatan hingga persaudaraan. Sungguh naif jika hal tersebut terjadi hanya karena perbedaan pilihan dan dukungan politik kepada salah satu capres yang bertarung. Al-Quran surat al-Hujuraat ayat 10 telah mengarahkan umat muslim untuk mendamaikan antara kedua saudara yang berselisih. “Innama al-mu’minuuna ikhwatun, fa aslihu baina akhawaikum. Wattaqullaha la’allakum turhamun; Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapatkan rahmat.”

Pemilu telah usai, syahdan tantangan bangsa Indonesia ke depan akan lebih berat. Untuk menghadapi tantangan itu, masyarakat harus bergandengan tangan, berangkulan dan bahu-membahu memajukan negeri kita tercinta. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia telah membuktikan diri sebagai negara demokrasi. Tinggal tugas kita sebagai warga negara yang baik harus selalu peduli dan mengawasi kinerja pemerintahan yang akan bertugas selama lima tahun ke depan.

 

Redaksi

Cek Juga
Close
Back to top button