PuisiSastra

Puisi-puisi al-Faroby; Saat Ujian Tiba

Saat Ujian Tiba

(1)
Ujian telah memilih musimnya sendiri saat kau rela mengasuh ketakutan dan kepura-puraan jadi limban tebal di kepalamu yang seiring patah di akhir bulan. Kau meniti di atasnya, dan tak sadar bahwa berjalan di tengah rasa takut membuat tekanan darah berpacu deras di kaki yang perlahan meretakkan limban itu. Tidak mengapa kau menyukai ketakutan dan kepura-puraan lalu terus membaca diktat, namun seharusnya kau menyuguhkan ketakutan yang sama ketika kutanya mengapa kau tak bisa mencintaiku dengan ketakutan pada hari ujian tiba dan pertanyaan-pertanyaan yang mangap di lembar jawaban. Atau jangan-jangan ketakutan itu hanya berdecak di antara gundukan dadamu, lalu ambyar seketika kau memilih kata-kata yang berpura-pura tak mampu mencintaiku. Sementara pertanyaan tentang definisi satu masalah, pembagian bab, dalil serta pilihan ganda telah berhasil memblokade dua detik detak jantungmu, kemudian kau mengambil nafas sejenak dan mengupayakan diksi dan kalimat paling serius dari hulu hati.

(2)
Aku tidak membenci ujian yang memilih musimnya sendiri, justru aku semakin penasaran pada ketar yang bertempias di kepala dan menjadi bongkah yang menimbun keberanianku untuk kukuh mencintaimu. Untuk itu, aku memilih musim sendiri untuk menguji seberapa kuat saraf dan sel-sel di otak memporak bongkahan itu.

(3)
Apakah aku kelihatan berpura-pura? Kita sama-sama ketakutan dan menutupinya dengan kepura-puraan bukan? Namun, aku yakin kau selalu sigap berdoa di hari ujian tiba, agar tak berpura-pura memberikan jawaban benar sebagaimana aku berdoa pada Tuhan agar semi cintaku tidak gugur di musim ujianmu.

Kairo, 2020

 

Beberapa Hal yang Mesti Dilakukan untuk Menghadapi Ujian

Kebodohan adalah semburat. Mengapa saat ujian orang-orang lebih menyukai gulita ketimbang cahaya sambil menyepuhnya dengan ketakutan. Sekarang lihatlah mata-mata yang berlumur ketakutan itu. Mereka takut pada huruf yang menjadi kata, pada kata yang membentuk kalimat, pada kalimat yang menyusun paragraf, pada paragraf yang menjelma bab dalam buku yang perawan.

Bukankah ujian digelar untuk menakar pengetahuan? Lalu bagaimana jika setelah ujian orang-orang malah semakin bodoh terhadap kebodohannya sendiri. Kebodohan adalah semburat yang memandu jemarimu bergelegak untuk menulis jawaban paling akurat. Dan pengetahuan akan menjelma gulita ketika dibangun dengan doa-doa yang mempropaganda Tuhan atau takut yang menjelma paksa. Jangan risau, jangan risau saat orang menyaksikan kebodohanmu waktu ujian, sebab kebodohan adalah semburat yang memancarkan angka-angka kebodohanmu dalam rapor Tuhan.

Kairo, 2020

Back to top button