Buletin Bedug Edisi 37

Revitalisasi Turats
Ajaran-ajaran agama yang statis dan dinamis merupakan turats umat ini. Turats me-rupakan spirit utama kemudi Islam supaya tetap relevan sepanjang zaman. Berangkat dari kesadaran inilah, berbagai upaya dilakukan untuk menghadirkan kembali semangat turats yang dirasa mulai memudar. Ada kalangan yang begitu memperhitungkan turats dalam se-tiap kesempatan, menjadikannya sebagai modal budaya, pemikiran serta sosio-kultural yang tak bisa dikesampingkan. Saat di mana ada kelompok lain yang menganggap ia tak lagi relevan, mengajak cendekiawan untuk membuat turats baru demi kemaslahatan era baru.
Ingatkah Anda dengan topik yang terakhir hangat diperbincangkan? Ya, beberapa minggu yang lalu dunia akademik Masisir menyaksikan perdebatan seru antara Grand Syekh al-Azhar dan Rektor Universitas Kairo. Grand Syekh al-Azhar membantah beberapa premis sang rektor yang dinilai bermasalah. Sang rektor sebagai representasi kelompok progresif menghendaki era beragama baru yang bebas dari jumud dan taklid.
Di antara jalan menuju ke sana, menurutnya, ialah dengan meninggalkan turats, sebab ia tak lagi relevan hari ini. Kalangan progresif menuduh turats sebagai penyebab kejumudan kaum muslim. Oleh sebab nalar-nalar tawakal dan pasrah yang (menurut klaimnya) diajarkan oleh Asyairah, umat Islam modern melemah, tak punya daya saing dan pemurung. Sikap-sikap tersebut tidak relevan lagi. Apakah benar demikian? Di mana kedudukan turats dalam kesadaran umat Islam kontemporer? Jika masih mengilhami, masihkah ia relevan? Kawan-kawan kru Bedug berusaha cukup keras menelaah persoalan tersebut. Meski latar belakang dan kecenderungan tiap-tiap kami berbeda, namun semoga upaya-upaya tadi tidak mengabu sia-sia.
Tabik!
DOWNLOAD PDF