Opini

Keberkahan Mencintai Orang-orang Saleh

Oleh: Ahmad Ikhwani

Dalam kajian ilmu Hadits terdapat satu cabang ilmu yang sangat penting dalam penelitian kualitas suatu Hadits, yaitu ilmu rijal. Ilmu rijal merupakan satu cabang ilmu yang meneliti tentang biografi lengkap seorang perawi; dari data pribadi, perjalanan hidup, perjalanan keilmuan, juga tentang kesalehan (‘adâlah) dan kapasitas hafalannya (dhabth).

Untuk menyampaikan penilailan tentang kualitas perawi dalam kesalehan dan kualitas hafalan, banyak kata atau ungkapan yang digunakan para ulama, antara lain tsiqah, hujjah, shadûq, lâ ba’sa bihi, shâlih, dha’îf dan lain-lain.

Secara umum, ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah yang digunakan untuk menyampaikan penilaian terhadap seorang perawi adalah ungkapan-ungkapan yang populer di kalangan pengkaji Hadits. Namun terdapat sebagian ungkapan yang dapat dikatakan tidak populer dalam penilaian kualitas seorang perawi, baik dari aspek kesalehan maupun dari sis kualitas hafalannya. Di antara contoh ungkapan tersebut adalah pernyataan Imam Ahmad rahimahullah ketika Shafwan bin Sulaim, seorang Tabiin, disebutkan. Imam Ahmad bin Hanbal berkata,

هَذَا رَجُلٌ يُسْتَسْقَى بِحَدِيْثِهِ، وَيَنْزِلُ الْقَطْرُ مِنَ السَّمَاءِ بِذِكْرِهِ

“Orang ini Haditsnya jadi wasilah untuk meminta hujan, dan air hujan turun karena namanya ia disebutkan.”

Tentu ini merupakan pujian yang luar biasa dari Imam Ahmad bagi kualitas riwayat dan kesalehan Shafwan bin Sulaim.

Bagi sebagian orang, pujian Imam Ahmad ini bukan sekedar pujian, namun mengandung unsur lain, yaitu tawasul dengan Hadits riwayat seseorang dan dengan orang itu sendiri untuk meminta hujan kepada Allah. Perlu diingat bahwa Shafwan bin Sulaim adalah dari generasi Tabiin, sedangkan Imam Ahmad dari tiga generasi setelahnya, yaitu dari generasi Tabi Tabi Tabiin. Jadi ia tidak berjumpa sama sekali dengan Shafwan bin Sulaim ini.

Apabila membaca biografi Shafwan bin Sulaim di kitab-kitab rujukan ilmu rijal, memang akan kita dapati para ulama mengakui kualitasnya, baik dalam periwayatan Hadits maupun juga dalam ibadah. Bahkan disebutkan, karena seringnya ia bersujud, hingga membekas pada tulang keningnya.

Apabila ditarik benang merah antara pujian Imam Ahmad di atas dengan kebiasaan di sebagian tempat, seperti di Mesir dulu, yaitu menolak bala dengan membaca Shahîh al-Bukhâri, maka akan ditemukan kesesuaian di antara keduanya. Kitab Shahîh al-Bukhâri, seperti jamak diketahui, merangkum Hadits-hadits dengan kualitas tinggi juga merangkum nama-nama para perawi dengan kualitas hafalan dan kesalehan yang hebat. Kedua unsur ini yang disebutkan yang juga menjadi pijakan Imam Ahmad dalam ungkapannya di atas.

Terkait dengan “khasiat” menyebut nama orang-orang saleh ini, tentu bukan hal yang asing bagi para pelajar, termasuk pelajar Hadits. Di dalam Muqaddimah Ibn Shalâh misalnya, disebutkan sebuah kisah dua ulama saleh yang berdialog tentang tujuan mencari dan mencatat Hadits. Salah seorang dari keduanya mengatakan, “Bukankah kalian meriwayatkan bahwa “Ketika orang-orang saleh disebutkan maka rahmat Allah turun? Sesungguhnya Rasulullah adalah pemimpin orang-orang saleh.”

Termasuk dalam hal ini juga adalah “khasiat” nama-nama para Sahabat yang ikut dalam perang Badar. Para penuntut ilmu tentu tahu bagaimana kedudukan istimewa yang dimiliki para Sahabat yang ikut Perang Badar, bahkan dibanding para Sahabat lainnya.

Syekh Allamah al-Dawani al-Kazruni (w. 918 H), di dalam penjelasannya terhadap al-Aqâid al-‘Adludiyyah karya Adlud al-Iji, mengatakan:

سمعنا من مشايخ الحديث، أن الدعاء عند ذكرهم في البخاري مستجاب وقد جرب

“Kami mendengar dari para syekh Hadits bahwa doa ketika menyebut atau disebut nama mereka (Ashhâb Badr) yang ada di dalam Shahîh al-Bukhâri mustajab, dan ini sudah dicoba (mujarab).”

Nampak jelas di situ bahwa Syekh al-Dawani menisbatkan hal di atas juga kepada masyayikh Hadits pada zamannya.

Hal ini juga mengingatkan kita dengan syair penolak bala yang mengandung lima nama Ahlul Bait yang sempat ramai dibincangkan di media sosial beberapa waktu lalu yang diawali dengan lafal:

لي خمسة أطفي بها حرّ الوباء الحطيمة….

Kita semua tentu tahu bagaimana kedudukan mulia dari lima nama yang disebutkan dalam bait-bait syair di atas.

Semoga Allah membimbing hati kita untuk selalu mencintai orang-orang saleh, walaupun mungkin kita tidak selevel dengan mereka. Karena, seseorang akan bersama orang yang dicintainya.

Back to top button