Ujung Sengketa Pemilu Wihdah

Jumat, 23 April 2021, BPA (Badan Perwakilan Anggota) PPMI Mesir menggelar sidang yudikatif membahas sengketa pemilu Wihdah PPMI Mesir 2021 di Aula Wisma Nusantara. Dalam hal ini, penggugat adalah kandidat pemilu Wihdah nomor urut 02 (Septa Rellani) dan pihak tergugat adalah DPA Wihdah PPMI Mesir yang membawahi KKP sebagai pelaksana pemilu Wihdah 2021. Usai menetapkan tentatif, tata tertib serta dewan juri persidangan, pukul 14.33 WLK sidang sengketa pemilu Wihdah 2021 dimulai.
Nuansa Garini sebagai penuntut umum yang mewakili pihak penggugat, menyampaikan empat poin gugatan. Pertama, pasal yang digunakan KKP untuk mendiskualifikasi calon 02 keliru. Kedua, surat gugatan yang dilayangkan terkait pengunduran diri calon 02 dari BPA PPMI Mesir dipertanyakan keabsahannya. Ketiga, mekanisme yang dilakukan dalam proses gugatan diskualifikasi keliru. Keempat, oleh karena tiga hal tersebut, KKP dan DPA Wihdah dinilai lalai dalam menjalankan prosedur pemilu.
Di poin pertama gugatan, penuntut umum menolak dasar diskualifikasi calon 02 oleh KKP dengan alasan calon 02 masih menjabat sebagai pimpinan (top leader) di sebuah organisai (calon 02 dianggap gagal menghadirkan surat pengunduran diri dari BPA PPMI Mesir) dan tidak memenuhi syarat berakhlak karimah. Penuntut umum menegaskan, bahwa dalam tata tertib BPA III pasal 4 disebutkan “Apabila anggota BPA keluar dari Mesir bepergian lebih dari satu bulan dan tidak mengizinkan surat cuti resmi kepada ketua BPA, maka pihak yang bersangkutan dianggap telah mengundurkan diri dari kepemimpinan BPA”. Dari pasal tersebut, dapat dipahami bahwa dalam tubuh BPA ada jabatan Ketua BPA, bukan semua BPA sebagai pimpinan bersama. Sehingga, Septa Rellani tidak masuk dalam definisi top leader dan keputusan diskualifikasi menjadi keliru.
Mengenai poin berakhlak karimah, penuntut umum menegaskan pula bahwa tidak ada landasan pasti mengenai definisi berakhak karimah. Kesalahan dan pelanggaran macam apa yang bisa mencederai status akhlak karimah? Hanya karena kebohongan yang tidak disengaja oleh calon 02, apakah lantas bisa dikatakan ia tidak berakhlak karimah?
Pembela tergugat menampik argumen tersebut, dengan menyatakan bahwa definisi top leader dikembalikan ke masing-masing organisasi. Dalam hal ini, definisi top leader dikembalikan ke tubuh BPA PPMI Mesir. Sedang dalam tata tertib BPA VI pasal 20 berbunyi “Pimpinan BPA merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif,” sehingga telah jelas bahwa Septa Rellani masih menjabat sebagai top leader.
Muhammad Rehan, pembela pihak tergugat juga menegaskan bahwa poin tidak berakhlak karimah yang dimaksud DPA Wihdah adalah, ketidakjujuran calon 02 yang terjadi di tengah proses peninjauan berkas saat itu. Apabila, ketidakjujuran terjadi di luar proses tersebut, maka tidak akan menjadi masalah. Rehan juga mengakui bahwa diksi top leader dan akhlak karimah dalam peraturan pemilu yang diatur oleh DPA Wihdah PPMI memang terlalu luas dan perlu penjelasan lebih detil. Oleh karenanya, dalam hal ini DPA Wihdah hanya bisa mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan peraturan yang sudah ada. Dalam prosedurnya, DPA Wihdah sudah memaksimalkan hal tersebut.
Pihak tergugat mengaku bahwa dalam mengeluarkan keputusan diskualifikasi sudah melalui prosedur yang sangat ketat, meninjau banyak hal dan berlandas peraturan-peratuan yang sudah ada. Tergugat mengibaratkan pemilu ini layaknya lomba lari yang hanya boleh diikuti oleh perempuan. Jika terbukti salah satu pesertanya adalah seorang laki-laki, maka sudah pasti peserta tersebut didiskualifikasi karena tidak memenuhi persyaratan. Oleh karenanya, tergugat menilai keputusan diskualifikasi tersebut sangatlah wajar.
Sidang berlangsung panjang. Pihak penuntut dan pembela, masing-masing membawa saksi kejadian. Bahkan pihak pembela sampai menghadirkan Prawita, Ketua Wihdah saat ini, sebagai saksi lewat panggilan suara sebab berhalangan hadir karena sakit.
Setelah melewati persidangan yang begitu panjang, pukul 20.27 WLK pimpinan sidang menyampaikan hasil putusan. Pertama, surat gugatan yang menyatakan bahwa DPA Wihdah keliru, tidak benar. Kedua, DPA Wihdah menerima tuntutan yang diajukan pihak penggugat. Di antaranya, membersihkan nama baik Septa Rellani, memperbaiki sistem pemilu Wihdah dengan memperbaiki AD/ART selama tujuh hari ke depan, serta mengulang proses pemilu Wihdah dari awal.
Ala kulli hal, persidangan berjalan dengan lancar tanpa ada kendala yang berarti. Di penghujung acara, kedua belah pihak terkait saling bersalaman dengan harapan tidak ada lagi sengketa serupa di tubuh Wihdah PPMI Mesir. Pihak BPA PPMI Mesir berharap semoga dari sengketa ini Masisir bisa mengambil banyak pelajaran dan lebih dewasa dalam menyikapi arus politik. (Susilo)