Opini

Jokowi Efek dan Kekhawatiran Orde Politik

Jika ingin mengetahui bagaimana arah dan laju sebuah negara, maka lihatlah pergerakan politiknya. Perpolikan merupakan pintu gerbang pertama menuju supra-struktur negara yang lain semisal ekonomi, tatanan sosial, hubungan internasional dan lain-lain. Dari sana, akan ditemukan berbagai macam deal politik dengan seluruh dramanya; seperti keputusan koalisi, pertarungan antar partai politik, hingga praktik pesangon untuk “mengamankan” kepentingan. Bisa dikatakan, politik merupakan jalan dari setiap kebijakan sebelum diimplementasikan dalam realitas kenegaraan.

Berbicara politik tentunya juga tidak bisa lepas dari apa yang disebut partai politik. Ia merupakan kendaraan bagi siapapun yang ingin berkiprah di dunia pemerintahan, legislatif maupun eksekutif. Indonesia dalam diri pemerintahannya dijalankan oleh individu-individu yang mewakili partai politik tertentu. Hal tersebut menjadi wajar mengingat sistem negara Indonesia ialah demokrasi dengan gaya multi-partai yang dinamis (lebih dari dua partai). Dari partai-partai yang ada di Indonesia, terdapat satu partai yang belakangan ini menarik perhatian saya akhir-akhir ini. Yaitu sebuah partai yang didirikan dan dipimpin oleh Ibu Megawati Soekarno Putri dengan atribut bendera merah bersimbol kepala banteng.

Pada tulisan kali ini, saya mencoba membaca pergerakan partai tersebut, sekaligus meramal bagaimana gerak politik selanjutnya sesuai dengan judul di atas.

Jokowi Efek
Kalau boleh diurutkan mengenai kapan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berjaya, maka saya berani menjawab yaitu pada saat salah satu kadernya yang bernama Joko Widodo berhasil menduduki tahta kepresidenan di tahun 2014. Pasalnya, pasca era Presiden Megawati (2001-2004) PDIP sedang berada di masa sulit mengingat ia dikalahkan dua kali berturut-turut saat pilpres oleh Partai Demokrat bentukan Susilo Bambang Yudhoyono. Meski demikian, partai banteng merah tetap menjaga perolehan kursi legislatif sekitar 15 persen terutama di tingkat nasional.

Namun, atmosfer politik berubah saat pemilihan presiden dan legislatif, PDIP berhasil mengusung Jokowi menjadi presiden. Saat itu, keberadaan capres asal PDIP tersebut cukup kontroversial karena ia baru berstatus sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jokowi kemudian diambil untuk maju menuju RI 1 bermodalkan pengalaman yang pas-pasan saat menjabat bupati Solo. Akan tetapi, alam telah berkehendak dan memilih Bapak Joko Widodo menjadi presiden sekaligus menempatkan PDIP sebagai pemilik mayoritas kursi legislatif nasional dengan persentase 19,95 persen.

Selama tahun 2014-2019, PDIP berusaha menancapkan pengaruhnya melalui dua jalur, eksekutif dan legislatif. Di tingkat eksekutif, Presiden Jokowi bisa diibaratkan sebagai beranda utama partai di dunia pemerintahan. Gaya kepemimpinan yang merakyat dan penitikberatan kebijakan pada orientasi pembangunan nasional berhasil menarik perhatian dan membuat rakyat Indonesia berbalik mendukung setelah awalnya tampak meremehkan. Keberhasilan tersebut tentunya secara tidak langsung menaikkan citra partai yang dapat digunakan untuk memenangkan kembali kontestasi pemilu selanjutnya.

Selain di tubuh nasional, di tingkat daerah juga terdapat beberapa kader PDIP yang sukses seperti Ganjar Pranowo dan Tri Rismaharani. Bapak Ganjar Pranowo selaku gubernur Jawa Tengah dianggap sukses memimpin daerahnya dengan penitikberatan kebijakan pada pemberantasan korupsi dan peningkatan ekonomi daerah. Kemudian, Ibu Tri Rismaharani juga sukses memimpin Surabaya selama dua periode berturut-turut dengan penitikberatan kebijakan pada penerapan eco-smart city untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penataan kota. Selain dua kader tersebut, tentunya terdapat kader PDIP lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Adapun di jalur legislatif, saya baru menemukan sebuah usaha legislasi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menjadi isu nasional justru di tahun 2020. Pada 22 April 2020, Badan Legislasi Pengambilan Keputusan menetapkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) untuk masuk dalam Prolegnas RUU prioritas tahun 2020. Alasan untuk diprioritaskan adalah RUU tersebut akan menjadi salah satu tafsir utama atas Pancasila dan menjadi landasan tugas bagi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Saat itu, partai banteng merah merupakan salah satu yang ikut memperjuangkan hingga memasukkan salah satu kadernya, yaitu Rieke Diah Pitaloka menjadi wakil ketua badan legislasi tersebut. Akan tetapi, di saat sedang berada di proses pengesahan, RUU HIP mendapat protes keras dari masyarakat sehingga memaksanya untuk ditunda dan dikaji kembali.

Usaha untuk menancapkan pengaruh di dunia perpolitikan ternyata membuahkan hasil. Tahun 2018, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei bahwa elektabilitas PDIP dan Jokowi meningkat tajam. Untuk PDIP terjadi peningkatan dukungan hingga 27,6 persen dan dukungan bagi Jokowi untuk mencalonkan kembali sebesar 64,1 persen. Dari hasil survei tersebut, bisa dikatakan PDIP mendapatkan kemenangan mutlak ketika pemilihan presiden dan legislatif di tahun 2019 nanti.

Setahun setelah survei tersebut, Jokowi dan PDIP terbukti kembali menduduki tahta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di tingkat eksekutif, Jokowi bersama Ma’ruf Amin memenangkan pemilihan presiden dengan perolehan suara sekitar 55 persen. Sedangkan di tingkat legislatif, partai banteng merah kembali memeroleh kursi mayoritas dengan persentase 19,33 persen. Selanjutnya, pada pilkada serentak 2020, partai PDIP banyak memperoleh kemenangan di beberapa daerah. Menurut data KPU di pilkada2020.kpu.go.id, PDIP tercatat unggul secara perhitungan suara di 115 daerah untuk pemilihan kepala daerah dan walikota serta tiga daerah untuk pemilihan gubernur. Meski data tersebut masih berbentuk hitungan suara, tetapi setidaknya dapat menjadi acuan mengenai keperkasaan partai banteng merah saat ini.

Dari keseluruhan pembahasan, bisa dikatakan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sejak 2014 hingga beberapa tahun ke depan sedang mengalami fase kejayaan. Perolehan kejayaan tersebut tak lain berkat tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Jokowi (survei SMRC). Bisa dikatakan, Jokowi efek (Jokowi’s effect) merupakan faktor utama naiknya persentase dukungan rakyat terhadap partai banteng merah. Selanjutnya, kemenangan di pilkada serentak 2020 juga akan menjadi pendongkrak dan “pengaman” suara dukungan untuk kepentingan politik di tahun 2024.

Menuju Orde Politik?
Jika dilihat dari persentase kemenangan PDIP di daerah, persentase kursi legislatif dan Jokowi efek serta ketersediaan kader untuk pilpres 2024, isu PDIP sedang membangun orde politik mengemuka. Ketersediaan kader potensial semacam seperti Ganjar Pranowo, Basuki Tjahaya Purnama, Risma, hingga Gibran Rakabuming termasuk pemicunya. Bisa dikatakan, partai tersebut sedang berada pada titik majority’s rule dimana ia menjadi pemegang suara mayoritas politik Indonesia. Menurut Arendt Ljiphart, salah satu kekhawatiran ketika sebuah partai berada di titik majority’s rule adalah munculnya keinginan untuk meraih kekuasaan yang absolut. Padahal ada sebuah pepatah berbunyi “Kekuasaan yang absolut cenderung bersifat korup”, lantas akankah PDIP akan menjadi sebuah orde politik selayaknya Orde baru? Hal tersebut bagi saya sangat memungkinkan mengingat partai-partai lain belum memiliki kader potensial pilpres 2024 selayaknya partai banteng merah yang memiliki Ganjar Pranowo dkk (survei SMRC 27 November 2020).

Namun, jika partai lain sudah memiliki kader yang setara atau terjadi persoalan internal partai di PDIP semisal KKN, ceritanya akan bisa berbeda. Jika “sesuatu” mengguncang partai besutan Bu Megawati tersebut pada beberapa tahun ke depan, maka bisa terjadi arus balik di mana PDIP akan kehilangan suara dukungan, sebagaimana terjadi pada partai Demokrat pasca pemerintahan SBY lengser.

Yang lebih perlu diperhatikan adalah pengawalan ketat kita atas iklim demokrasi di Indonesia yang sudah dibangun sejak 1998. Bagi saya, sebuah partai boleh berkuasa (bahkan) hingga 20 tahun lamanya asalkan ia mendapatkan kekuasaan secara sah melalui regulasi yang sudah ada. Syahdan, jika adan partai yang dapat berjaya selama bertahun-tahun di iklim demokrasi, justru itu membuktikan bahwa sistem demokrasi sudah lumayan berjalan, selain itu berarti pengaderan dalam internal partai tersebut juga sudah bagus dan rapi. Hal itulah yang seharusnya menjadi bahan acuan partai-partai lainnya untuk meningkatkan kualitas pengaderannya, agar lebih siap menghadapi pesta demokrasi selanjutnya.

Back to top button
Verified by MonsterInsights