Islamologi

Mengenali Diri Melalui Ramadlan

Ungkapan ‘mengenal diri sendiri’ terdengar sederhana, namun tak jarang penghayatannya yang mendalam alpa dari kesadaran setiap insan. Sudah lumrah juga kita dengar dalam banyak nasihat atau barangkali kita sendiri sudah sering mengucapkannya ketika sedang menasihati seseorang. Tak jarang pula tetiba ungkapan ini hadir di dalam benak, dengan kalimat yang berbeda, namun makna yang sama, seperti saat mengharapkan cinta seseorang namun sadar bahwa diri tak seberapa.

Ramadlan adalah bulan yang sangat tepat bagi setiap muslim untuk muhasabah diri, mengenal lebih jauh siapa dirinya sebenarnya. Tidak seperti kesebelas bulan lainnya. Di bulan ini, setan-setan dibelenggu sebagaimana disampaikan Nabi SAW dalam sebuah Hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ini merupakan salah satu di antara hadiah yang Allah berikan bagi umat manusia khusus di bulan Ramadan.

Ketika mencoba menafsirkan maksud Hadits di atas sebagian ulama berpendapat bahwa setan tidak benar-benar dibelenggu. Sebab pada kenyataannya, maksiat dan kejahatan masih tetap ada. Menurut mereka, Hadits ini hanya bermakna kiasan. Karena amal kebaikan apapun akan diganjar pahala yang berlipat ganda, maka setiap orang berbondong-bondong melakukan amal salih sehingga kebaikan menyebarluas dan kemaksiatan menurun. Di lain sisi, sebagian ulama berpendapat bahwa Hadits di atas tidak bermakna kiasan. Artinya, setan benar-benar dibelenggu di bulan Ramadlan. Mereka tidak berkeliaran di muka bumi, menghasut umat manusia untuk melakukan maksiat dan meninggalkan perbuatan baik.

Pendapat kedua juga diamini Syekh Mutawalli al-Sya’rawi di dalam tafsirnya. Saat membahas tentang perbuatan dosa, baginya ia tidak hanya lahir dari hasutan setan belaka. Tanpa hasutan setan, secara sadar manusia juga berbuat dosa. Sehingga perbuatan dosa tersebut berasal dari dirinya sendiri. Ini lah alasan mengapa maksiat masih tetap eksis meskipun setan-setan dibelenggu di bulan Ramadan.

Dengan kondisi di atas, apabila terdapat kesalahan yang kita lakukan di bulan Ramadlan maka sudah bisa dipastikan kesalahan tersebut muncul dari diri kita sendiri. Sekalipun kesalahan serupa tidak kita lakukan di bulan lain. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk menyandarkan segala maksiat dan perbuatan buruk lainnya kepada setan. Tentu itu semua lahir dari diri kita sendiri.

Perbuatan maksiat dan kesalahan lain merupakan bagian dari kekurangan yang ada pada diri kita. Dalam proses mengenal diri, mengetahui kekurangan adalah proses yang paling sulit. Maka, beruntunglah Ramadlan hadir untuk umat Islam. Karena di bulan ini, kita disadarkan untuk mengetahui batasan diri kita.

Indikasinya sederhana. Jika terdapat maksiat yang kita lakukan di bulan lain dan di bulan Ramadan, maka itu adalah kekurangan yang murni terdapat pada diri kita. Setelah mengetahui kekurangan diri sendiri, maka proses selanjutnya adalah memperbaiki kekurangan tersebut dalam kurun waktu setidaknya 11 bulan. Apabila di Ramadlan yang akan datang perbuatan yang sama terulang, maka proses memperbaiki diri belum selesai. Dan memang sejatinya proses ini tidak akan pernah berakhir. Keberakhiran proses tersebut tak lain hanyalah bentuk kepasrahan kita untuk mengenal lebih diri sendiri.

Proses mengenali kekurangan diri tidak hanya sulit. Pada proses ini pula kemunafikan menjadi hantu yang selalu menggerayang. Tidak sedikit orang yang berbohong, ia tidak mau mengakui kekurangan diri dan melemparkan segala kesalahan kepada yang lain. Sehingga jujur kepada diri sendiri lebih sulit dari pada jujur kepada orang lain.

Maka, Ramadlan adalah momen yang tepat untuk menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih mengenal diri sendiri. Mengenal diri adalah proses yang tak berkeseudahan dan Ramadlan hadir sebagai madrasah penunjangnya. Terebab, melaluinya kita dituntun untuk mengenal batasan diri. Dan ketika Ramadlan berakhir, tak serta merta proses mengenal diri ini selesai. Proses ini justru baru akan dimulai ketika Ramadan usai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Cek Juga
Close
Back to top button