Generasi Muda Jangan Bertarekat!?

Beberapa waktu, tatkala saya mengantar salah satu pamanda berwisata religi ke kota Iskandariah (Alexandria) Mesir, kami berkesempatan sowan ke beberapa syekh ternama di kota wisata tersebut. Di antara syekh yang kami sowani, terdapat salah satu syekh berpengaruh nan khasrismatik yang juga merupakan mursyid kabir sebuah tarekat (baca-thariqah) besar di Iskandariah, bahkan di Republik Arab Mesir.
Dalam kesempatan sowan itu, kami diajak untuk ikut majelis pengajian mereka. Bahkan malamnya, kami juga diajak ikut ritual tarekat mereka, bahkan mendapat momen indah didoakan secara khusus. Sebuah kesempatan langka nan berharga yang sangat membahagiakan bagi pamanda saya beserta rombongan. Terlebih bagi saya yang memang sudah sejak lama mengidolakan sosok syekh besar yang kami sowani tersebut. Bagaimana tidak mengidolakan, beliau adalah salah satu ulama besar Mesir yang terkenal sangat alim, abid, ahli Hadits, tawaduk, bersahaja dan juga masyhur sebagai kekasih Allah SWT. Bisa satu majelis, berdekatan dan berpuas-puas memandang wajah teduh beliau dalam waktu yang lama adalah sebuah kenikmatan tiada tara bagi saya waktu itu. Terlebih lagi bisa ikut dalam halakah khusus, pengajian bersama, tarekatan bersama, bahkan didoakan secara khusus pula. Sungguh indah nian.
Namun ada satu hal kecil dari halakah khusus tarekatan itu yang cukup “menggangu” fokus dan pandangan kami. Yakni ketika kami melihat sebagian peserta halakah dalam bingkai tarekat itu adalah para mahasiswa al-Azhar yang masih terlihat sangat belia. Meski masih terlihat muda beliau, tapi mereka sudah tampak sangat masyuk dan khusyuk mengikuti serangkaian ritual dalam tarekat itu. Termasuk ketika mereka harus berdiri, saling bergandeng tangan dan menggoyangkan badan dengan mata terpejam, sembari mendendangkan dzikir tertentu. Pamanda guru saya yang notabene seorang mursyid tarekat di Indonesia saja langsung menyoroti itu dan menanyakannya. Salah satu pertanyaan beliau yang masih terus terngiang hingga sekarang adalah, “Itu kok ada anak-anak muda yang masih belia sudah ikut tarekatan? Itu Azhari bukan?
Sejatinya tiada yang salah terkait fenomena anak muda belia yang telah asyik masyuk bertarekat. Sebab secara umum, Islam pun membolehkan dan tidak melarang tarekat, selagi dalam laku spiritualnya ia tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dan salah satu tarekat besar yang kami kunjungi itu pun termasuk tarekat yang sudah legal serta diakui (muktabarah) oleh pihak otoritatif dari negara Republik Arab Mesir. Dari sisi mursyid ataupun laku keseharian serta ritual para pengikutnya pun tidak ada yang menyimpang dari syariat Islam. Namun yang lantas menjadikan fenomena Azhari belia bertarekat menjadi prolematik dan menggelitik untuk dikupas adalah dari perspektif lain yang nanti akan kami uraikan di tulisan ini.
Sebelum membahas sisi problematiknya, ada baiknya kita kupas dulu pengertian tarekat (thariqah) secara definitif. Menurut pengertian etimologinya, tarekat sendiri adalah berarti jalan. Sedang menurut terminologi sufistik, tarekat adalah jalan yang ditempuh seorang hamba (al-‘abdu) menuju keridaan Allah SWT. Tarekat bisa pula didefinisikan sebagai jalan menuju Allah (ma’rifat billah). Tarekat adalah salah satu “jalan” seseorang dalam mengimplementasikan syariat Islam. Tarekat juga sebuah upaya pendekatan seorang hamba kepada Allah SWT; Sang Pembuat syariat Islam.
Menurut keterangan dalam Kitab Salalimul Fudlola, definisi tarekat itu sangat luas, tidak hanya sebatas dzikiran atau wiridan semata. Segala bentuk ibadah yang bisa menjadi wasilah kita mendekatkan diri kepada Allah adalah termasuk laku tarekat. Mulai dari dzikir, baca aurad, baca hizib, berpuasa, kegiatan belajar mengajar (ta’lim wa ta’allum) maupun amaliah-amaliah kebaikan lainnya. Mungkin karena berlandaskan inilah kita lantas kerap mendengar beberapa kiai atau syekh yang tarekatnya adalah tarekat ta’lim wa ta’allum.
Nah sekarang, bagaimanakah kita menyikapi fenomena anak-anak muda belia (anak ma’had atau mahasiswa baru al-Azhar) yang masih dalam usia produktif belajar, tapi lantas memutuskan untuk terjun dalam dunia tarekat. Sebenarnya dari sisi yuridis Islam itu sama sekali tidak dilarang, selagi tidak menabrak aturan syariat Islam. Terlepas dari motivasi awal ia masuk tarekat itu apa. Entah sebagai pelarian dari masalah, agar lebih khusyuk dalam ibadah, entah mengikuti tren, atau karena memang ia sebenar ingin segera mengetahui Tuhannya, atau bahkan karena ingin segera ketemu Tuhannya.
Tapi memang motivasi anak-anak yang memutuskan “terjun” ke dunia tarekat dan “melipir” ke Iskandariah cukup beragam dan unik-unik. Kebetulan saya dahulu memang pernah membuat (semacam) riset kecil-kecilan kepada mereka terkait itu. Hasilnya, ada yang menjawab karena ingin fokus ngaji kepada salah satu syekh di Iskandariah, ada yang ingin “menyepi” dari hiruk pikuk kota metropolitan, ada yang lelah dengan kisah-kasihnya selama di Kairo, ada juga yang karena ingin bekerja, ada pula yang sekadar ingin mencari hunian murah tapi indah, bahkan ada pula yang “melipir” ke Iskandariah karena hasil ujiannya rasib. Saking kompleks dan uniknya, sampai ada semacam guyonan di antara kami generasi Masisir lama, bahwa Iskandariah adalah kota pelarian Masisir dari segala masalah yang mereka temui di Kota Metropolitan Kairo.
Untuk saat ini, memang cukup banyak mahasiswa Indonesia yang statusnya kuliah di al-Azhar Kairo, tapi mereka berdomisili di Iskandariah. Mereka rata-rata masih terdaftar (muqayyad) kuliah di al-Azhar Kairo, tapi ada juga sebagian kecil dari mereka yang memang statusnya terdaftar di Iskandariah. Utamanya yang sedang mangambil jurusan di kedokteran atau jurusan umum lainnya. Bagi yang statusnya terdaftar di Kairo, mereka pulang ke Kairo hanya ketika musim ujian al-Azhar tiba.
Dari sisi efektivitas kegiatan belajar, saya kok jadi sedih dan menyayangkan mereka yang masih muda-mudanya, masih lucu-lucunya saat hafalan dan masih produktif-produktifnya dalam belajar maupun berkarya, tapi sudah memilih menjadi seorang salik. Meski tidak semua salik otomatis akan lemah dan kendur dalam belajarnya. Tapi memang sebagian besar tarekat akan menganjurkan para pengikutnya untuk banyak berdzkir, bertafakur dan banyak berkontemplasi. Jujur saya lebih menginginkan mereka-meraka yang masih belia ini seharusnya untuk saat ini ikut tarekat ta’lim wa ta’allum dahulu. Kalau sekira nanti masih merasa kurang, usianya belajarnya sudah matang dan sudah tidak sabar segera ingin lebih intim dengan Tuhannya, boleh-lah mengambil salah satu tarekat yang mu’tabarah dan diikuti oleh salah satu, salah dua atau sebagian besar masyayikh Azhar. Kenapa poin mu’tabarah dan poin diikuti masyayikh Azhar menjadi penting, tersebab banyaknya aliran tarekat yang rata-rata bersifat eksklusif dan tertutup. Butuh waktu yang lama dan kita pun belum tentu bisa untuk mengidentifikasi sendiri, bila tanpa bantuan verifikasi dari masyayikh kita.
Sebagai penutup, ada baiknya kita merenungi pesan dari Syekh Hasan Basri, “Uthlubul ‘ilma thalaban la yadlurru bil ‘ibadah, wa’budullaha ‘ibadatan la tadlurru bil ‘ilmi; carilah ilmu dengan pencarian yang sekira tidak mengganggu ibadah, dan beribadahlah dengan peribadatan yang sekira tidak mengganggu dalam mencari ilmu.”