Islamologi

Membincang Siasat Dakwah Rasulullah

 

Oleh: Muhammad Daffa Zuhdi

Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu,  tinggalkanlah segala  perbuatan yang keji, dan janganlah engkau memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak dan karena Tuhanmu, bersabarlah” (Q.S. Al-Muddassir: 1-7)

Penggalan ayat di atas merupakan wahyu kedua yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Dalam kandungan ayat tersebut, Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tengah masyarakat Quraisy. Dalam metode berdakwah, Rasulullah SAW memiliki dua strategi yang cukup masyhur diketahui oleh kalangan umat Islam, yakni secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Dua strategi ini diimplementasikan oleh Rasulullah SAW untuk membangun kota Makkah, sebab kedua kota tersebut didomisili oleh masyarakat kafir Quraisy yang terbelakang dan amoral. Lantas, bagaimana Rasulullah SAW merealisasikan metode dan strategi dakwahnya? Serta bagaimana corak dakwah Rasulullah SAW dalam menghadapi masyarakat kafir Quraisy?

Pada tahap awal risalah kenabian, Rasulullah SAW menjalankan strategi dakwahnya secara sembunyi-sembunyi.  Tentu strategi ini memiliki banyak alasan untuk dikedepankan, mengingat kekuatan umat Islam pada saat itu masih lemah dibandingkan masyarakat jahiliyah. Di sisi lain, Rasulullah SAW juga cukup cermat dalam membaca perilaku fanatisme kesukuaan masyarakat Makkah dan mayoritas penduduknya yang memegang kepercayaan nenek moyang pada waktu itu. Maka, dengan realita yang ada, tentu bukan tindakan bijak bilamana Rasulullah mengambil langkah berdakwah secara terang-terangan.

Adapun langkah bijak yang ditempuh Rasulullah SAW, yakni berdakwah secara diam-diam kepada segelintir orang yang dinilai Rasulullah SAW telah memiliki kecondongan kepada kebenaran Islam. Semisal keluarga, kerabat, dan sahabat terdekat. Kendati demikian, orang yang pertama menerima dakwahnya yaitu Khadijah binti Khuwalid, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Ummu Aiman dan Abu Bakar al-Shidiq. Di samping itu, pun banyak orang yang masuk agama Islam melalui perantara Abu Bakar al-Shidiq, di antaranya Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidilah, Abu Ubaidilah bin Jarrah, dan al-Arqam bin Abi al-Aqram. Mereka inilah yang dikenal dengan sebutan al-Sâbiqûn al-Awalûn  (orang-orang yang lebih dulu masuk Islam).

Berkat dari strategi dakwah tersebut, Rasulullah SAW berhasil mengumpulkan beberapa Sahabat yang memiliki pengaruh besar bagi penyebaran agama Islam pada masa berikutnya. Salah satu pendidikan yang rutin diterapkan Rasulullah dalam dakwahnya yaitu mengajarkan al-Quran secara intesif dan menjalankan ibadah bersama-sama. Strategi dakwah ini merupakan fase dasar untuk memilih kader-kader muslim yang kuat imannya, militan serta memiliki satu tujuan dalam setiap pergerakan yang akan menjadikan pondasi bangunan masyarakat Islam kokoh.

Setelah tiga tahun Rasulullah SAW melaksanakan dakwah secara sembunyi-sembunyi dan sukses membimbing para Sahabat di periode Makkah serta membangun masyarakat muslim generasi awal yang memiliki basis akidah yang cukup kuat. Kemudian, turunlah ayat yang menyerukan supaya beliau berdakwah secara terang-terangan. Dimana seruan ini terekam dalam QS. Al-Hijr ayat 94, “Maka sampaikanlah Muhammad secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”

Sejak turunnya ayat tersebut, Rasullah SAW melanjutkan dakwahnya secara terang-terangan. Hal ini merupakan langkah menarik, dimana beliau memasukkan beberapa gagasan agama ke dalam aktualisasi sosial dan kehidupan politik. Adapun metode-metode yang dilakukan Rasulullah SAW yaitu: Petama, mengundang Bani Abdul Muttalib ke rumahnya untuk menjelaskan tentang kenabiannya, namun mereka tidak ada yang percaya. Kedua, Rasulullah SAW membuat undangan terbuka kepada seluruh masyarakat Quraisy untuk berkumpul di bukit Shafa. Tersebab, Rasulullah SAW ingin melihat bagaimana pandangan masyarakat Quraisy terhadap kepribadian beliau dan direspon oleh masyarakat Quraisy dengan baik—bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang tidak pernah berdusta. Setelah itu beliau mengumumkan kenabiannya, tetapi orang Quraisy justru mencacinya.

Ketiga, Rasulullah SAW memproklamasikan keesaan Allah SWT serta mengajarkan kesatuan dan asas egaliter antar-manusia di bukit Shafa. Keempat, Rasulullah SAW mengadakan pertemuan khusus dengan sahabat yang telah beriman untuk melaksanakan aktivitas tilawah (pembacaan), ta’lim (pengajaran), dan tazkiyah (penyucian) di rumah al-Arqam bin Abi al-Aqram. Akibatnya, rumah Arqam bin Abi al-Arqam dijadikan sebagai madrasah Islam pertama.

Kelima, Rasulullah SAW melakukan hijrah untuk mencari perlindungan. Misalnya, pada bulan Syawal tahun sepuluh Kenabian, Rasulullah SAW ditemani Zaid bin Haritsah untuk berdakwah serta mencari perlindungan dan bantuan ke Thaif—terletak di daerah pegunungan yang berjarak 60 mil dari Makkah. Setelah tiba di Thaif Rasulullah SAW menuju ke rumah para pemimpin suku bani Tsaqif yang berkuasa di daerah tersebut. Singkatnya, Rasulullah SAW setiap bertemu penduduk Thaif baik di pasar maupun ditempat lain, beliau menyampaikan ajaran agama Islam supaya mereka beriman kepada Allah SWT, sayangnya mereka menolak dan melemparinya dengan batu.

Meskipun dari beberapa metode dakwah yang telah dilakukan Rasulullah SAW terus menerus mengalami penolakan, akan tetapi beliau tidak menyerah begitu saja. Beliau tetap mengajarkan agama Islam dengan cara damai dan santun tanpa dendam terhadap orang-orang yang telah berbuat jahat kepadanya. Dari sini menjadi bukti bahwa dakwah Islam itu menghindari hal-hal yang represif dalam berdakwah, meski ditolak secara terbuka dan dipaksa mundur.

Rasullulah SAW banyak membawa prinsip dan ajaran luhur bagi umat manusia di berbagai aspek kehidupan, utamanya dalam berdakwah. Berbagai metode serta strategi dakwah yang dilakukan nyatanya dapat direalisasikan dengan sistematis dan bermartabat. Sedangkan komunikasi dakwah yang dominan digalakkan Rasulullah SAW baik secara implisit maupun eksplisit, ialah dakwah bi al-hikmah  yang berarti mengutamakan budi pekerti yang baik disertai argumentasi yang logis. Sebab kekuatan budi perkerti yang baik bisa menarik simpati masyarakat untuk menerima dakwah Islam secara cepat. Tentu ini menjadi catatan penting bagi umat Islam, bahwa dakwah yang santun nan logis bukan bentuk dari kelemahan dan ketidakberdayaan, justru ini merupakan salah satu metode Rasulullah yang diterapkan pada masa itu.

Back to top button