IslamologiOpini

Meluruskan Kekeliruan Periode Hijrah

 

Oleh: Nur Inayah

Rentetan peristiwa spiritual yang terjadi semenjak hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa agama Islam, sudah menjadi hal yang lumrah diperingati oleh umatnya setiap tahun. Hampir seluruh umat Islam di dunia memperingati hari-hari bersejarah tersebut. Mulai dari hari kelahiran Sang Baginda hingga peringatan hari Pembebasan Makkah dari tangan kaum kafir Quraisy yang terjadi beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad SAW meninggal. Begitu pula dengan umat Islam di Mesir, sebagai negara yang memiliki pengaruh Islam cukup kuat dalam sejarah, umat Islam di dalamnya tidak pernah melewatkan peringatan apapun. Salah satunya perayaan hijrah Nabi Muhammad beserta rombongannya ke Madinah.

Satu hal yang menjadi dasar penulis dalam tulisan ini adalah peringatan peristiwa hijrah Nabi Muhammad yang dirayakan pada bulan Muharam, bukan pada Rabiulawal, ditambah dengan penentuan bulan Muharam sebagai bulan pertama dalam kalender hijriah. Ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar, apakah hijrah Nabi Muhammad tidak terjadi di bulan Rabiulawal melainkan saat Muharam

Jamak kita ketahui, bahwa penanggalan Islam berpatokan pada peristiwa hijrah. Dalam penanggalannya, kalender lunar atau lebih masyhur dikenal dengan kalender hijriah, bulan Muharam mengawali sebelas bulan lainnya. Sedangkan menurut pendapat yang diamini oleh mayoritas ulama, hijrah Nabi Muhammad SAW tidak terjadi pada bulan Muharram, namun dimulai pada awal Rabiulawal. Hal tersebut mengarah kepada beragamnya pendapat para ulama terhadap bulan pertama dalam kalender hijriah. Seperti yang dikatakan Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah. Ia mengatakan bahwasanya berdasar nukilan al-Suhaili dan lainnya dari riwayat Imam Malik, awal tahun penanggalan hijriah adalah Rabiulawal. Sebab pada bulan tersebutlah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.

Muhammad Said Ramadan al-Bouthi, dikenal dengan Syekh Bouthi dalam bukunya yang berjudul Fiqh al-Sîrah al-Nabawiyyah ma’a Mûjiz li Târîkh al-Khilâfah al-Rasyîdah, menyebutkan bahwa menurut pendapat yang rajih, hijrah Nabi Muhammad dimulai pada 2 Rabiulawal tahun ketiga belas kenabian. Kemudian tiba di Madinah pada 12 Rabiulawal—sebagaimana yang disebutkan pula oleh al-Mas’udi dalam Mirwaj al-Dzahab. Hal ini juga senada dengan Ibnu Hisyam dalam Sîrah Nabawiyyah, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW membawa rombongannya ke Bani Amr bin Auf pada 12 Rabiulawal malam Senin.

Di sisi lain, mengenai peringatan peristiwa tersebut, penulis menjumpai cukup banyak perayaan yang digelar oleh umat Islam di Mesir pada awal tahun hijriah, Muharam. Slogan mengenai perayaan dalam memperingati peristiwa tersebut tersebar luas di berbagai pusat keagamaan. Dalam perayaannya, para pemuka agama menggaungkan khotbah dalam mengenang kembali perjuangan Nabi Muhammad SAW beserta umat Islam terdahulu melalui peristiwa ini, serta hikmah-hikmah tersembunyi di baliknya.

Dilansir dari surat kabar daring Mesir, elbalad.news, peringatan hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah yang dilaksanakan pada bulan Muharam cukup menimbulkan kekeliruan. Banyak masyarakat mengira bahwa peristiwa tersebut terjadi di bulan Muharam. Sebab, perayaan tersebut tersebar luas bukan hanya di tempat-tempat keagamaan melainkan juga diperingati melalui media elektronik seperti radio dan televisi.

Menyikapi hal ini, Dar al-Ifta al-Mishriyah memfatwakan bahwa hijrah Nabi Muhammad terjadi pada bulan Rabiulawal, sedangkan sebab diperingatinya pada bulan Muharam karena permulaan tekad yang kuat untuk berhijrah terjadi pada bulan tersebut. Pernyataan ini disandarkan kepada al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari yang mengatakan bahwa baiat al-‘aqabah dua yang terjadi pada bulan Zulhijah tahun sebelumnya merupakan benih pertama terjadinya hijrah. Maka dari itu, setelah ikrar dan tekad yang kuat untuk berhijrah, bulan Muharam sudah sepatutnya menjadi awal terjadinya peristiwa hijrah.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Muhammad al-Syahhat al-Jundi, anggota Majmak al-Buhuts al-Islamiyah, yang menegaskan bahwa orang-orang Mesir merayakannya pada bulan Muharam karena bertepatan dengan permulaan tahun baru Islam. Sedangkan penyandingan nama Nabi Muhammad dibelakangnya merupakan sebagai bentuk pemuliaan dan pengagungan terhadapnya, sebab beliaulah yang melakukan hijrah tersebut.

Syekh Ali Jum’ah, Mufti Besar Mesir sebelumnya dan anggota Majelis Ulama Senior al-Azhar, juga menyatakan bahwa sejatinya mereka merayakan di bulan Muharam sebab awal tahun baru Islam bukan peristiwa hijrah secara fenomena. Dengan kata lain hijrah dalam perayaan ini hanya sebatas pemaknaannya saja, bukan peristiwa itu sendiri. Dikarenakan, para Nabi sebelumnya juga melakukan hijrah terutama secara maknawi.

Ditilik dari segi makna, peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak awal berdirinya Islam secara utuh. Sebelumnya, siksaan-siksaan yang terus digulirkan kaum kafir Quraisy terhadap umat Islam menjadikan pengikutnya terkungkung dalam penderitaan dan pengekangan. Melalui fenomena hijrah ini, umat Islam berpindah ke negeri yang lebih aman dan mampu menerima keberadaan mereka dengan baik. Sehingga, keberadaan Islam menjadi lebih kuat dan misi Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di muka bumi ini terwujud secara perlahan.

Dilansir dari elfagr.org, berkenaan dengan peringatan hijrah Nabi Muhammad SAW oleh umat Islam di Mesir yang dilaksanakan pada bulan Muharam Syekh Omar Hashem, anggota Majelis Ulama Senior al-Azhar, turut memberi pandangan yang sejalan dengan maksud hijrah secara maknawi. Beliau mengatakan bahwa hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah merupakan salah satu peristiwa terpenting dan besar dalam Islam. Sebab, hal ini berdampak krusial bagi kemenangan Islam dan umat Islam. Peristiwa ini bahkan diabadikan oleh Allah SWT dengan menyebutkannya dalam al-Quran. Hal ini tercantum dalam Surah at-Taubah ayat 40. “Jika kamu tidak menolongnya, maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, yaitu ketika orang-orang kafir mengusirnya sedangkan ia salah seorang dari dua orang”.

Peringatan peristiwa hijrah yang dilakukan umat Islam pada awal tahun baru Islam merupakan salah satu bentuk penyegaran ulang semangat umat Islam terdahulu, mengingat perjuangan mereka ketika memperjuangkan keteguhan Islam dalam mewujudkan perdamaian antarumat beragama yang tak pantas dipandang sebelah mata. Melalui peringatan ini umat Islam dapat bersatu dan menjadi lebih kuat untuk menghadapi tantangan Islam saat ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syauqi Allam, Mufti Besar Mesir saat ini, bahwa sudah sepatutnya peringatan tersebut menjadi permulaan baru untuk menghadapi tantangan dalam setiap fase baru selanjutnya di hidup kita.

 

Back to top button
Verified by MonsterInsights